Langsung ke konten utama

Corona Kampret

Yang gue takutin, akhirnya kejadian juga. Virus Corona atau Covid - 19 yang awalnya berasal dari Wuhan, China ini. Sampai ke Indonesia. 

Awalnya sih nggak separno itu, soalnya dari informasi yang gue dapet, tingkat kematian yang ditimbulkan dari virus ini relatif rendah. Sudah begitu, para pejabat  di negara kita ini juga sering mengeluarkan statement atau kelakar yang terkesan menegaskan bahwa Corona nggak akan masuk ke negara ini. Mulai dari kebiasaan orang indonesia yang suka mengkonsumsi nasi kucing, birokrasi Indonesia yang berbelit-belit hingga iklim di indonesia yang panas, dikatakan corona susah menyebar di iklim yang panas. Padahal negara Iran kurang panas apa coba? 

Bahkan, pemerintah malah jor-joran dalam pariwisata. Mulai dari pemberian diskon pesawat, menghilangkan pajak hotel sampai menganggarkan dana 72milyar untuk promosi pariwisata di Indonesia. Berkat kebijakan itu, sampai-sampai ada karikatur bikinan luar negri yang nyindir pemerintah kita. 

Ketika presiden mengumumkan ada yang sudah positif terjangkit virus ini. Keadaan semakin hari semakin memburuk. Kenapa, soalnya jumlah korban terus bertambah setiap harinya. 
Itu saja, sebenernya banyak yang bilang bahwa kasus tersebut bukanlah yang pertama. Corona sudah masuk indonesia jauh sebelum presiden mengumumkan ada yang positif, tapi disangkal oleh pemerintah.

Salah satu hobi gue di waktu luang adalah, rebahan sambil buka toko online. Kemudian masukin barang belanjaan ke dalam keranjang, padahal dibeli mah kagak. Berharap suatu saat ada pangeran tampan berkuda putih yang mau ngebayarin semuanya. 😂
Nah, ketika wabah virus Corona ini mulai menjangkiti orang-orang. Hobi gue masih tetep, buka aplikasi online shop sambil rebahan. Bedanya, gue udah gak kepikiran lagi sama barang-barang yang dijual disitu. Tiap buka aplikasi online shop, tujuannya cuma buat update tentang Corona doang. Soalnya di Aplikasi online shop selalu update. Jadi kita bisa melihat jumlah korban positif, jumlah korban sembuh hingga yang meninggal. 

Udah nggak karuan aja rasanya, soalnya tiap hari korban terus bertambah. Gimana masa depan gue nanti? Gimana usaha gue? Gimana nanti keuangan gue? Gimana dengan rencana-rencana yang udah jadi goals gue kedepan, target gue tahun ini? 😣
Soalnya yang kampret dari Corona ini, selain menyerang kesehatan. Dia juga sangat berdampak pada ekonomi.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, bersatu kita mati. Bercerai kita hidup. Ya gimana mau bersatu? Ngumpul-ngumpul aja gak boleh, harus jaga jarak terhadap orang lain. Bahkan keluar rumah aja dilarang, belajar dan bekerja disuruh dari rumah. 

Padahal kan nggak semua bisa kayak gitu. Kalaupun bisa kerja tanpa keluar rumah, tetep aja bakalan pada dateng ke tempat gue. Dan siapa yang bisa ngejamin kalau mereka yang dateng ketempat gue itu bebas dari Corona? 
Apalagi selain buka percetakan, ditempat gue juga jualan rokok herbal. Nah, makin banyak yang dateng beli rokok. Malah bikin  was-was, seperti yang kita tau. Uang juga merupakan sumber kuman, bisa aja kan si virus kampret itu nempel disitu. Saking Insecurenya, tiap nerima uang gue bahkan selalu pakai hand sanitizer atau nggak, langsung cuci tangan pakai sabun. Capek banget asli, sabuntar-buntar musti cuci tangan. 

Gue juga mulai belajar masak sendiri, biar nggak sering keluar rumah dan meminimalisir ketemu sama orang-orang. Lebih hemat juga sebenernya, tapi bikin repot dan buang-buang waktu. Soalnya setelah selesai masak musti cuci perabotan yang dipake buat masak.

Gara-gara corona, untuk pertama kalinya gue belajar masak sendiri. Sekarang gue bisa goreng telur. Bahkan bikin sayur sop juga udah bisa. Rasanya, ya jangan ditanyalah. Yang penting layak untuk dimakan. 😂

Hidup gue juga jadi ribet, tiap malam gue musti nangis dulu sebelum tidur. Gue nangis efek dari ngiris bawang merah.
Seperti dikutip dari Healthy Wild and Free, menaruh irisan bawang merah dapat menjaga kesehatan tubuh karena mampu menyerap virus. Irisan bawang merah dipercaya bisa menetralisir virus influenza. Makanya gue rela ngirisin bawang merah tiap malem, walaupun bikin mata pedes.

Terus, buat menjaga daya tahan tubuh. Gue beli jeruk lemon, kadang dibikin teh lemon. Kadang malah cuma gue peras ke air putih anget doang. Apesnya, ternyata gue salah satu orang yang nggak kuat tenggorokannya sama jeruk lemon. Alhasil gue malah jadi batuk. Bego banget asli, padahal kalau batuk atau bersin saat ini. Bikin kita diwaspadai sama orang-orang. 😂

Puncaknya adalah ketika kerjaan mulai sepi. Selama satu minggu, setelah pengumuman dari presiden. Kerjaan mulai kosong, nggak ada yang masuk. Gue  nanya ke beberapa temen yang satu profesi, jawabannya juga sama. Sepi. 
Banyak order masuk yang di cancel. Ya kalau dipikir emang, ditengah wabah virus corona kayak gini. Pasti sedikit banget yang butuh jasa percetakan. Orang resepsi pernikahan aja dibubarin. Sekolah-sekolah diliburin, event-event pada di batalin. Yang paling laku dan dicari ya alat kesehatan sama kebutuhan pokok sehari-hari. 

Udah insecure sama virus, pemasukan ikutan seret pulak. 
Akhirnya gue putuskan untuk nekat pulang kampung. Gue tau, keputusan yang gue ambil salah. Bukan berarti gue nggak sayang sama keluarga gue. Bukan niatan juga untuk lari, dari tempat yang terkena wabah penyakit ketempat yang tidak terkena wabah penyakit.
Tapi mau gimana lagi, nggak ada pilihan lain, usaha gue pemasukannya seret. Padahal ada tanggungan, karyawan yang harus dikasih uang makan dan dikasih gaji. Belum bayar kontrakan sama bayar angsuran. Kalau pulang kampung. Seenggaknya gue cuma tinggal mikirin kontrakan sama angsuran doang. Untuk makan gue bisa numpang sama orang tua.  Aarrggghhhh......!!!

Udah kan tuh, jadi pulang kampung beneran akhirnya. Di dalam bus rasanya mencekam, udah kayak hukum rimba. Memangsa atau dimangsa. Maksudnya insecure, nularin virus atau ditularin. Bisa aja kan, salah satu atau bahkan beberapa diantara kami ngebawa virus kampret itu. Mana sepanjang jalan nggak ada penyemprotan sama sekali. Beruntung aja sih, busnya nggak penuh. Jadi jarak antar penumpang masih aman. 

Pas udah nyampai kapal, sekedar info, gue pulangnya ke Lampung. Makanya naik kapal. 
Disitu mulai keliatan kalau kita lagi menghadapi sebuah virus yang jadi pandemi global. Terlihat ada pencegahan disini. Jadi, sebelum penumpang masuk ke kapal, pihak kapal melakukan penyemprotan desinfektan terlebih dahulu di dalam kapal. Teorinya sih, si kapal tersebut steril. 
Setibanya di pelabuhan Bakauheni juga, penumpang di check suhu tubuhnya satu persatu. 

Karena gue naik kapalnya di dermaga eksekutif. Udah disiapin bus yang langsung ke Rajabasa, full lewatnya jalan tol. Saran gue sih, kalau misal mau ke sumatera naik kapal. Mending naik kapal yang di dermaga eksekutif aja. Harganya cuma selisih 35K. Tapi nyaman banget. Kalau kita naik kapal di dermaga yang biasa. Tarifnya 15K. Sedangkan kalau yang eksekutif 50K. Keduanya wajib membayar pakai E-money. Tapi untuk dermaga eksekutif wajib ada KTP, sementara dermaga yang biasa tanpa KTP masih bisa naik.

Kerennya, security di dermaga eksekutif baik banget. Beliau mau ngasih tau ke pihak bus khusus dermaga eksekutif kalau misalkan masih ada penumpang yang ketinggalan di belakang. Di kasus gue kemarin, ceritanya gue nungguin keponakan gue yang di toilet. Lumayan cukup lama, posisi baru keluar dari kapal, masih di dalam pelabuhan. Ndilalah gue nunggunya di deket pos security, terus ditanya sama beliau, "mau kemana?" 
Gue jawab, "mau ke Rajabasa...tapi lagi nungguin keponakan di toilet". 
Nah, terus beliau inisiatif nelpon pake HT ke pihak bus, minta tolong biar jangan berangkat dulu, masih ada dua penumpang diatas. Keren sih ini, menurut gue. Secara bus yang ini emang, jalannya kan sesuai jadwal. Kalau gue ketinggalan, bisa nunggu berjam-jam lagi. 

Sepanjang jalan relatif normal, semua berjalan lancar. Meskipun  mobil bus dari terminal Rajabasa yang kerumah sempet mogok, tapi akhirnya di oper ke bus lain. Padahal itu bus terakhir, gak tau nasib gue gimana misalkan nggak dapet bus operan. 😂

Sesampainya di rumah, langsung  nyemprot diri sama barang bawaan pake desinfektan yang emang udah gue siapin. Terus mandi sekalian nyuci pakaian yang gue pake. Tanpa berjabat tangan sama orang rumah sama sekali, pas udah kelar gue langsung ngerem di kamar. 

Besoknya, sesuai prosedur. 
Gue laporan ke puskemas. Disana di check suhu tubuh hingga tekanan darah. Didata, kemudian disuruh karantina mandiri selama 14 hari. Beberapa hari kemudian, ada pihak puskemas yang nelpon. Nanyain kabar, terus ngasih tau kalau misal terasa mulai sakit. Disuruh laporan ke beliau. 

Tapi peraturan yang sekarang, perantau yang baru pulang dari kota. Wajib lapor ke aparat desa, kemudian didata. Perantau tidak diperkenakan datang ke puskesmas, pihak puskemas hanya memantau via telepon. Jika sebelum masa karantina selesai si perantau mengalami gejala Corona, dia wajib lapor ke puskemas. Baru kemudian ada tindakan dari pihak puskemas. 

Semua berjalan biasa aja, cenderung membosankan sih. Ada rasa bersalah sebenernya, soalnya udah bikin keresahan. Di salah satu postingan Facebook milik aparat desa. Yang berisi sosialisasi tentang apa yang harus dilakukan oleh warga yang baru pulang dari kota.  Beberapa komentar di postingan tersebut terlihat khawatir akan kedatangan orang-orang seperti gue ini. Takut membawa serta virus Corona ke kampung. Kebayang seandainya mereka dateng kerumah, bawa obor sama tombak. Minta gue diusir dari kampung. 😂

Tepat sehari setelah posting di IG. Captionnya, "Hari ke-9 jadi ODP sekaligus jadi pengangguran. Alhamdulillah masih sehat wal afiat, tapi gatau kalau mentalnya -_-".
Gue malah sakit beneran. Kepala nut-nutan, suhu tubuh meningkat. Kalau cuacanya lagi dingin, badan gue demam terus menggigil. Alhamdulillahnya, setelah minum Paracetamol kemudian tidur pake selimut tebel sampai keringetan, menggigilnya sembuh. Tapi itu berulang terus setiap hari, mana mulut juga nggak enak banget buat makan. Semua makanan rasanya hambar. Parahnya lagi, gue jadi suka kebangun jam 3an pagi. Terus susah buat tidur lagi, akhirnya melek terus sampai pagi. Bukan suka ding, kesannya kalau suka kan gue menikmati
*Halah 

Setelah laporan ke pihak puskemas, disuruhlah keluarga ngambil obat kesana. Kenapa bukan gue sendiri yang ngambil? soalnya gue masih belum boleh pergi kemana-mana. 
Tapi sesampainya disana, malah nggak dikasih obat apa-apa. Sama keponakan gue, akhirnya dibeliin obat ke apotik. Masih sama, antibiotik sama paracetamol. 

Karena beberapa hari kemudian nggak kunjung sembuh juga, udah gitu gue juga kan penasaran. Gue tuh sakit apa?. Takut juga kan, soalnya di internet ada kasus dimana seseorang nggak terlihat gejala seperti terkena corona. Eh, akhirnya dia meninggal. Penyebabnya, positif Corona.
Sekarang, kasus seperti ini disebutnya OTG (Orang Tanpa Gejala).
Akhirnya gue minta dianterin keponakan ke RSU Muhammadiyah. Nyampe RS langsung ke UGD. Awalnya dicampur sama pasien lain, pas cerita kalau gue dari kota. Wahh... langsung dah tuh, di dipindahin ke ruang khusus. Sempet gelisah gue, tapi pihak rumah sakit lebih gelisah kayaknya. Yang meriksa gue aja bukan dokter, tapi perawat.
Gue diperiksa sama perawat yang udah pake APD lengkap, minus helm yang full face itu. Apalah namanya gak tau. Beliau cuma pake masker. 

Tekanan darah di check, darah gue diambil untuk di check di lab. Bahkan gue sampai di rontgen segala. Nunggu lumayan cukup lama, di ruangan khusus. Sendiri pulak, rasanya seperti dikucilkan. 
Gue kebayang gimana nasibnya pasien yang positif Corona. Diisolasi dan bahkan keluarga pun gak bisa jenguk. 

Gue seneng tapi juga kecewa manakala hasilnya keluar. 
Seneng karena semuanya Normal. Dari check darah sampai hasil rontgen. Bahkan hasil rontgennya nunjukin paru-paru gue bersih banget. 
Kecewanya, sampai sekarang masih belum tau gue sakitnya apaan. 
Sempet ada bintik-bintik merah seperti tanda-tanda kena Deman Berdarah, tapi hasil test darah gue normal. 
Ada yang bilang tipes, tapi nggak tipes. Lagian, sebelumnya gue sehari-harinya cuma tidur makan tidur makan. Masak iya, bisa kena tipes. 😂

Alhamdulillah berkat obat dari RS, akhirnya gue sembuh. Beruntung juga, keponakan gue yang perawat. Kebetulan lagi dirumah gue. Sebenernya dia cuma transit semalem, mau naik pesawat ke Jambi. Tapi akhirnya jadi berhari-hari. Soalnya peberbangannya di cancel sampai 2 kali. Kasian juga, udah jauh-jauh ke bandara. Akhirnya terpaksa pulang ke tempat gue lagi. Tapi berkat itu, pas gue sakit. Jadi dia yang ngurusin gue. 

Dan pada akhirnya, masih jadi misteri sampai sekarang, gue sakit apa. Nggak ada yang tau.
Tapi yang jelas gue udah buang-buang duit. 😂

Komentar

  1. Alergi kali...


    Btw periksa kita kena corona atau ga itu bayar sendiri atau dari pemerintah?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Toko Buku Bekas di Ciledug

Ciledug adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kota Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia. Selain itu, Ciledug juga merupakan pusat industri hijab/jilbab yang terbesar di Indonesia. Kecamatan Ciledug dan sekitarnya banyak terdapat pabrik tekstil terkemuka seperti : PT. Kahatex, PT. Dewhirst, PT.Vonex , PT. Sunson, dan masih banyak lagi. Pabrik ini memproduksi dan memproses bahan tekstil mulai dari bahan mentah sampai menjadi benang dan kain (cotton, polyester, Lycra dan denim) Oleh karenanya industri KUKM yang berkembang di Ciledug dan sekitarnya kebanyakan industri yang memproduksi sandang diantaranya jilbab / kerudung muslimah. Jangan heran kalau produksi kerudung / jilbab dari ciledug mempunyai model / bahan yang beragam dengan harga yang lebih murah dibanding daerah lain. Sehingga Ciledug banyak disebut sebagai Sentra Kerudung. Sumber, Wikipedia. Serius,  saya baru tau kalau Ciledug itu ternyata adalah sebuah Kecamatan. Saya pikir, Ciledug itu adalah sebuah Kota. 😂 *Bego ban

Tuturu, Aplikasi Yang Bisa Ceriakan Hari Para Pecinta Anime

Nggak tau harus mulai nulis darimana. *Cielah Iya.. Gue tau Aplikasi Tuturu ini secara nggak sengaja. Ketika lagi jalan-jalan di Playstore, mata gue tertuju pada seonggok karakter anime chibi yang imutnya minta ampun. Karena tertarik,  gue lalu klik. Cari tau tentang Aplikasi tersebut.  Dari keterangan Aplikasinya sih kurang meyakinkan, tapi ketika gue baca review dari para user yang udah download Aplikasi tersebut.  Gilakkk.... Baru kali ini gue nemu komentar di sebuah aplikasi yang isinya akur semuanya.  Damai banget rasanya Indonesia kalau tanpa perbedaan gini. Semuanya satu suara, nggak ada yang bilang Aplikasi ini tuh jelek. Nggak ada yang ngejelek-jelekin apalagi sampai ngata-ngatain. Nggak kayak kebanyakan pendukungnya pak Jokowi dan pak Prabowo . Serius,  mereka satu suara. Padahal selama ini tuh gue hampir selalu saja nemuin komentar yang nggak pantas di setiap Aplikasi maupun Game yang ada di Playstore. Gak buang waktu, gue pun langsung download. Dan ternyata eman

Kakak ade'an (kakak kakaan adek adean)

Psssttt..... Sering denger istilah kakak adekan? Tentu sering lah ya! orang udah basi juga gituh! Tapi biarlah,karena  sesuatu yang basi terkadang sering jadi bahan pergunjingan(?) *plak Ini kisah kakak adekan yang aku jalani.  Jujur awalnya males banget gituh sama yang namanya kakak kakaan adek adekan. Risih aja gituh kalo ada cewek manggil kakak, mending aku di panggil apa aja asal jangan panggil kakak. FYI, hubungan kakak adekan itu seringnya sih antara cowok dan cewek. Aneh banget lah ya kalo ada cowok sama cowok kakak adekan.Tapi kalo antar  cewek sih masih dimengerti. Sebelumnya aku bilang aku nggak tertarik sama hubungan kakak adekan. Tau nggak kenapa? Itu karena menurutku aneh banget kalo kakak adekan itu bisa akur. Perasaan adek kakak itu tiap hari berantem deh, boro boro nanya kabar? udah makan belum? lagi ngapain? Apa ceritamu hari ini? Good night have nice dream! Pagiii have nice day! Etc,dll,dst. Itu tuh banteng duduk (bull sit) banget tau gak sih. Prakteknya adek kak